Baby Hello Kitty

Selasa, 15 Desember 2020

Lydia Yeckti Henawati Filsafat | Penerapan dan Refleksi Filsafat pada Mata Pelajaran Matematika Kelas VII


Filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang kebijaksanaan dan cinta (Parnabhhakti & Ulfa, 2020). Dengan mempelajari filsafat akan mengajarkan kepada kita hal-hal yang mendasar dari sebuah pemikiran. Dengan demikian, akan memicu pertanyaan yang tidak pernah terpikir sebelumnya yang mulanya hanya menggunakan logika saja.

Filsafat erat kaitannya dengan matematika karena matematika dan filsafat merupakan fondasi dari semua jenis keilmuan atau bisa disebut sebagai ibunya ilmu pengetahuan (Parnabhhakti & Ulfa, 2020). Penerapan dan pemanfaatan filsafat ilmu sebagai penjembatan antara matematika dengan filsafat akan membawa pertanyaan-pertanyaan mendasar yang bersifat fundamental. Itu artinya filsafat membuat pikiran kita terlatih untuk hal-hal yang sifatnya mendasar dan hasilnya akan membuahkan pikiran yang luas dalam mengkritisi suatu hal. Pertanyaan–pertanyaan tersebut akan memngarahkan cara/proses berpikir dan persepsi untuk lebih lebih maju lagi dalam berpikir. Oleh karena itu, filsafat adalah panduan dalam berpikir yang tidak boleh diabaikan.

Matematika merupakan ilmu eksak namun tidak berwujud. Matematika erat kaitannya dengan bilangan dan proses pengolahan angka menggunakan metode atau teorema yang berlaku. Teorema atau aturan dasar matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian memiliki makna filsafat masing-masing misalnya untuk penjumlahan bermakna bertambahnya suatu objek. Bilangan atau angka sendiri yang sering digunakan menjadi patokan dalam mengukur juga merupakan sebuah perwujudan dari filsafat. Bilangan yang disimbolkan sebagai angka 1,2,3,… tidak pernah ada sebelumnya. Abstraksi itu terbentuk karena ada filsafat di dalamnya dan dapat dibayangkan jika tidak ada filsafat maka sampai sekarang tidak akan ada simbol matematika.

Filsafat merupakan dasar atau landasan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Berkembangnya jaman yang diiringi dengan perkembangan teknologi informasi mengakibatkan semakin banyak spesialisasi dari ilmu pengetahuan (Atmaja, 2020). Jika hal tersebut terjadi, maka banyak orang akan terjun langsung mempelajari ilmu yang spesifik dan lupa dengan dasar atau landasannya. Maka dari itu, filsafat dapat dimanfaatkan sebagai ilmu yang menjembatani antara ilmu yang semakin spesifik dengan ilmu generalnya. Aktifitas dan metode dalam penjembatan tersebut juga dapat bervariasi, yaitu dapat melalui simbol, angka, frasa, atau juga dapat digunakan media seperti alat bantu hitung, gambar, animasi, video, suara, dan lain-lain menyesuaikan dengan perkembangan jaman dan terhadap siapa ilmu tersebut disalurkan.

Sampai saat ini, ilmu pengetahuan matematika telah banyak dimanfaatkan. Setiap siswa pun telah memanfaatkan matematika dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat membeli barang di toko maupun pasar, menghitung waktu, saat berlari maupun bersepeda dapat menghitung jarak dan kecepatan, dan berbagai aktivitas lainnya. Semua hal tersebut ada karena lahirnya dan berkembangnya ilmu matematika. Tidak ada ilmu yang tidak menggunakan matematika, oleh karena itu mempelajari matematika sangatlah penting dan bersifat wajib.

Berpikir kritis, teliti, dan problem solving adalah dasar atau landasan cara berpikir matematis. Cara berpikir tersebutlah yang dibutuhkan oleh siswa untuk menguasai materi matematika yang diajarkan. Hal tersebut telah saya amati yang kebetulan memiliki pengalaman mengajar matematika kelas VII. Siswa yang sulit memahami matematika disebabkan karena mereka tidak menguasai dasar atau fundamental dari matematika. Meskipun begitu, hal ini bukan merupakan sebuah keterlambatan untuk membenahinya. Berdasarkan fungsinya sebagai guru dimana saya berperan untuk menyalurkan ilmu dan membangkitkan minat belajar siswa dengan metode yang sesuai dan dapat diterima dengan baik, maka saya berinisitif untuk menggunakan metode belajar yang lebih kekinian menyesuaikan dengan psikologis anak dan hal-hal yang membuat mereka termotivasi lebih jauh lagi.

Saya menyadari bahwa apa yang telah dilakukan selama ini dalam membantu siswa ternyata melibatkan filsafat. Kegiatan seperti memberi pertanyaan siswa yang bertujuan untuk memicu siswa untuk berpikir pada hal-hal yang mendasar yang perlu mereka ketahui sebelumnya adalah bagian dari filsafat. Secara lebih mudahnya dengan menggunakan filsafat, saya dapat membentuk pertanyaan yang bersifat mengedukasi siswa untuk berpikir di luar yang biasanya mereka pikirkan dan membantu mereka aktif untuk bertanya karena rasa penasaran atau keingintahuannya.

Media pembelajaran matematika dapat dikreasikan dengan menggunakan tulisan, audio, visual, atau bahkan kombinasi semuanya. Dalam pembelajaran, media dapat menjadi sumber yang memiliki informasi baik berupa audio, visual, atau audio visual (Atmaja, 2020). Media yang disertai dengan filsafat ilmu sebagai perantara akan lebih membantu peserta didik  dalam proses pembelajaran matematika. Dengan menggunakan bantuan media dikombinasikan dengan filsafat ilmu, maka secara tidak langsung akan membentuk karakteristik tersendiri bagi pembelajaran matematika.

Pengembangan media pembelajaran matematika tidak hanya sekedar memaparkan dan menyodori siswa dengan materi pelajaran matematika yang diubah ke dalam bentuk media tersebut. Namun, pengembangan media pembelajaran matematika juga memerlukan pendekatan filsafat ilmu dan pendidikan yang terdiri dari pendekatan ontologis, epistimologis, dan aksiologi. Secara ontologis, pengembangan media pembelajaran matematika dapat didasarkan kepada pengalaman atau evaluasi dalam proses belajar yang sudah dilaksanakan sebelumnya (Atmaja, 2020). Penekanannya adalah siswa harus memiliki pengalaman terhadap pembelajran matematika dan mudah untuk mengingatnya. Berbeda dengan ontologis, metode epistimologis menekankan kepada metode ilmiah atau sering disebut juga dengan kerangka pemikiran yang meliputi: 1) adanya kerangka berpikir yang sistematis,logis, dan konsisten; 2) memerlukan hipotesis berdasarkan kerangka; 3) memerlukan pembuktian dari hipotesis tersebut. Dari sisi aksiologi pengembangan pembelajaran matematika harus memiliki manfaat dalam aktivitas, interaksi, komunikasi antara siswa dan guru atau siswa dengan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika (Atmaja, 2020).    

Dalam mengajar matematika kelas VII, saya memanfaatkan media pembelajaran dalam implementasinya. Media pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan materi yang diajarkan terhadap siswa karena siswa masih relatif mudah menerima materi dengan banyaknya ilustrasi maka digunakan media pembelajaran seperti geogebra, kahoot, quizzes, powtoons, wolfram alpha, dan lain-lain. 

Output dari hasil belajar siswa menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan dengan ada dan tidaknya penerapan metode tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa filsafat merupakan metode yang efektif untuk memicu pemikiran siswa agar berkembang lebih jauh dan membentuk motivasi belajar yang lebih baik. Di samping itu, juga memberikan dampak positif bagi siswa untuk aktif bertanya dan membangun suasana belajar yang lebih baik. Saya yakin bahwa pemanfaatan filsafat dapat lebih dari yang pernah dilakukan. Filsafat merupakan ilmu yang luas dalam pemahaman dan sangat efektif untuk membentuk pola pikir seseorang. Oleh karena itu, penting bagi setiap guru untuk memahaminya.


 

Daftar Pustaka

 

Atmaja, I. M. D. (2020). Filsafat Ilmu Sebagai Pembentuk Karakteristik Pengembangan Media Pembelajaran Matematika. Jurnal Santiaji Pendidikan (JSP)10(1), 20–26. https://doi.org/10.36733/jsp.v10i1.693

Parnabhhakti, L., & Ulfa, M. (2020). PERKEMBANGAN MATEMATIKA DALAM FILSAFAT DAN ALIRAN FORMALISME YANG TERKANDUNG DALAM FILSAFAT MATEMATIKA. Jurnal Ilmiah Matematika Realistik1(1), 11–14.

7 komentar: