Baby Hello Kitty

Jumat, 04 Desember 2020

Lydia Yeckti Henawati Filsafat | Penerapan Filsafat dalam Berpikir

Lydia Yeckti Henawati (20709251036)

Pascasarjana Pendidikan Matematika UNY

Filsafat Ilmu - Marsigit


Dalam buku “The Critic of Pure Reason” karya Imanuel Kant tersirat bahwa pikiran manusia bagaimanapun juga sangat misteri dan merupakan teka-teki karena tidak bisa diungkap oleh orang lain. Pikiran itu terlalu kompleks atau bersifat transenden sedangkan manusia sendiri memiliki sifat terbatas. Dalam hal ini, keterbatasan yang dimaksud adalah ingatan. Semakin sering diasah maka ingatan semakin tajam, sehingga banyak menyimpan informasi dan akan menciptakan pengalaman sebagai proses dalam pembelajaran kognitif maupun sosial. Pengalaman merupakan modus kognisi yang membutuhkan pemahaman. Kemampuan kognisi kita tidak dapat melampaui batas pengalaman namun merupakan objek yang paling penting dari ilmu pengetahuan. Estimasi kognisi rasional bersifat apriori dimana memiliki hubungan dengan fenomena.

Pengetahuan yang kita miliki itu berawal dari pengalaman, namun tidak berarti bahwa semua pengetahuan muncul dari pengalaman. Pengetahuan merupakan wawasan yang dibangun terus menerus dengan memanfaatkan kecerdasan yang dimiliki kita masing-masing. Pengetahuan bersifat sintetik apriori, artinya pengetahuan menggabungkan antara pengalaman dan logika. Secara apriori, kita tidak memperoleh pengetahuan ini langsung dari pengalaman, tetapi dari aturan umum yang berlaku dan juga diperoleh berdasarkan informasi dari orang lain. Bertentangan dengan hal tersebut, ada juga yang menggunakan pengetahuan empiris atau aposteriori, yaitu melalui pengalaman atau tindakan langsung.

Pada hakikatnya, ilmu berdasarkan pengalaman dan menggunakan rasio. Ilmu matematika memberi kita contoh yang sesuai, dalam artian seberapa jauh kita dapat membawa pengetahuan apriori kita. Seperti contohnya, para ahli matematika yang menyibukkan dirinya dengan imajinasi melalui intuisi mereka. Tetapi, keadaan ini dapat diabaikan karena intuisi tersebut dapat diperoleh dengan apriori sendiri. Selain itu, kita tidak dapat melihat batasan untuk perluasan pengetahuan karena seringkali tertipu oleh bukti penalaran.

Suatu kondisi dapat dikatakan apriori jika sebelum mengarahkan diri pada pengalaman, harus sudah memiliki konsepsi atas semua kondisi yang diperlukan untuk penilaian dan hanya perlu mengekstrak predikat dari konsepsi tersebut. Di samping itu, tidak mungkin menggunakan konsepsi semampu kita tanpa bantuan intuisi dan visualisasi yang bersifat metafisika. Metafisika adalah ilmu yang mengakui kesempurnaan dan diberikan kepada kita melalui akal budi murni yang telah disusun secara sistematis. Akal budi yang dihasilkan tidak dapat disembunyikan sehingga kita menemukan sumber dari ide-ide yang kita cari. Akal budi harus memiliki pandangan dalam menerima informasi, seperti memaksa. Pandangan sepintas terhadap gagasan mengasumsikan nilai positif ketika kita mengamati bahwa akal budi spekulatif berusaha untuk melampaui batas-batasnya dengan kontradiksi penggunaan akal budi.

Mengenai metafisika, jika kita melihatnya hanya sebagai ilmu percobaan, maka sifat nalar manusia di sini sangat diperlukan. Faktanya, tidak ada satu sistem pun yang dimajukan sejauh mengenai tujuan sebenarnya. Metafisika harus dianggap benar-benar ada, meskipun jika bukan sebagai ilmu namun sebagai watak alami dari pikiran manusia. Dalam kondisi apapun atau dengan cara apapun, pengetahuan kita dapat berhubungan dengan objek, setidaknya cukup jelas bahwa satu-satunya cara yang langsung berhubungan dengannya adalah melalui intuisi. Untuk itu intuisi dapat digunakan sebagai landasan yang tak terpisahkan atas semua pemikiran. Tetapi intuisi hanya dapat muncul sejauh objek itu diberikan kepada kita. Oleh karena itu, melalui sensibilitas, objek diberikan kepada kita dan itu dapat membantu kita melengkapi diri kita dengan intuisi. Berdasarkan pemahaman yang kita pikirkan, maka dari situ pula munculah konsepsi. Sebuah pemikiran pada dasarnya harus secara langsung ataupun tidak langsung melalui tanda-tanda tertentu yang pada akhirnya akan berhubungan dengan intuisi. 

Ruang dan waktu merupakan bentuk intuisi yang tercipta dari kognisi suatu objek. Ruang direpresentasikan sebagai kuantitas tertentu yang tidak terbatas. Ruang berisi semua yang dapat tampak bagi kita secara eksternal, tetapi tidak semua hal dianggap demikian. Ada juga waktu, waktu bukanlah sesuatu yang ada dengan sendirinya. Waktu tidak lain adalah bentuk dari indera internal, yaitu intuisi diri dan keadaan internal kita karena waktu tidak dapat menjadi penentu dari fenomena lahiriah.

Ketidakterbatasan waktu menunjukkan bahwa waktu yang ditentukan dapat melewati batasan yang terletak di pikiran. Ruang dan waktu adalah dua sumber pengetahuan.  Ruang dan waktu dapat diartikan juga sebagai hubungan atau kedekatan dalam ruang maupun pemersatu dalam waktu yang diabstraksikan dari pengalaman. Kita tidak perlu membatasi mode intuisi dalam ruang dan waktu pada kemampuan inderawi manusia. 

Pengetahuan kita muncul dari dua sumber utama dalam pikiran, yang pertama adalah kemampuan atau kekuatan menerima representasi(penerimaan kesan) dan yang kedua adalah kekuatan mengenali melalui representasi ini(spontanitas dalam produksi konsepsi). Pertama, sebuah objek diberikan kepada kita. Melalui yang kedua, yaitu dalam kaitannya dengan representasi pikiran.

Apakah kebenaran itu?" Definisi dari kata kebenaran yaitu, “kesesuaian antara apa yang ada dalam ruang dan waktu dengan objek yang dipikirkan,” misalnya saja diandaikan dalam pertanyaan. Mengetahui pertanyaan apa yang mungkin kita ajukan dengan sendirinya merupakan bukti kuat dari kecerdasan karena jika sebuah pertanyaan dengan sendirinya tidak masuk akal dan tidak dapat dipahami oleh akal dan nalar manusia, akan merasa malu. Terlebih hal tersebut akan menimpa orang yang mengajukan pertanyaan itu sendiri.

Di antara konsep–konsep tersebut, yang membantu membentuk jaringan kognisi manusia sangat beraneka ragam. Beberapa diantaranya ditunjukan lewat penggunaan murni apriori, terlepas dari semua pengalaman dan gelar mereka untuk dipekerjakan. Sampai dengan sekarang ini, untuk membenarkan penggunaan tersebut, bukti dari pengalaman saja tidaklah cukup melainkan perlu diketahui bagaimana konsep ini dapat diterapkan pada objek tanpa diturunkan dari pengalaman. 

Berbagai macam intuisi yang dimiliki oleh manusia akan selalu diwakili oleh sintesis pemahaman sebagai satu kesatuan kesadaran diri yang diperlukan. Hal ini dapat terjadi melalui kategori. Kategori dapat menunjukkan bahwa hal tersebut sesuai dan menunjukkan bahwa kesadaran empiris bermacam-macam. Dalam hal ini, intuisi juga  harus mengikuti kesadaran diri murni(apriori), dengan cara yang sama seperti intuisi empiris mengikuti intuisi sensual murni, yang juga apriori. Jadi, dalam proposisi di atas, awal dari deduksi konsepsi murni yang sebenarnya adalah dari pemahaman.

Pemahaman merupakan suatu penempatan secara bersamaan dari berbagai intuisi empiris. Konsepsi pemahaman dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemahaman berhubungan dengan objek-objek intuisi, baik murni maupun empiris dan eksistensi tentang objek-objek yang berkaitan dengan pemahaman. Hubungan antar kelompok tersebut membutuhkan fungsi khusus dalam pemahaman. Fungsi khusus tersebut berperan sebagai landasan utama dalam proses berpikir. Maka dari itu, tindakan yang kita lakukan sangat memerlukan pemahaman.

Kunci dari pemahaman adalah berpikir dan memproses. Jika hanya membaca dan menghafal, itu bukanlah pemahaman. Paham itu mengerti setiap sebab dan akibat dari objek yang dipikir, seberapa cepat pemahaman itu tergantung dengan tingkat kecerdasan setiap manusia. Tingkat kecerdasan dipengaruhi oleh gen dan individu itu sendiri. 

Kecerdasan merupakan bekal hidup yang harus dikembangkan, namun harus dikembangkan dengan tujuan dan cara yang baik. Setiap manusia harus berikhtiar baik dalam mengembangkan talenta kecerdasannya. Jika tidak, maka akan berdampak fatal. Kecerdasan dapat menjadi bumerang untuk diri sendiri, bahkan orang lain. Contohnya seperti halnya menipu orang, berbuat jahat, kospirasi, dan sebagainya. Pondasi yang kuat diperlukan untuk menumbuhkembangkan kecerdasan agar kokoh dan tidak mudah terbawa oleh arus yang negatif. Agar tidak menjadi bumerang bagi diri sendiri, kecerdasan harus disertai pemikiran secara logis menggunakan logika.

Logika memberikan abstraksi terhadap semua hubungan kognisi dengan objeknya yang menunjukkan pandangan logis terhadap berbagai macam kognisi, yaitu kognisi secara umum. Logika umum membuat abstraksi dari semua kognisi dan diharapkan dapat menerima representasi melalui analisis sehingga dapat mengubahnya menjadi konsepsi. Sedangkan logika transendental memberikan materi kepada konsepsi murni melalui pemahaman. Pemahaman adalah hal yang bersifat intuitif dan diterima melalui rangsangan indera. Manusia sebagai makhluk pengindera hanya bisa merepresentasikan apa yang diterimanya melalui indera untuk selanjutnya diproses menjadi sebuah intuitif dan pemahaman. Namun, manusia masih memerlukan representasi atau apersepsi yang lebih dalam untuk dapat mengindera dengan baik dan benar.

Prinsip tertinggi dalam pemahaman adalah berbagai hal yang berkaitan dengan pemahaman mengikuti situasi dan kondisi yang awalnya merupakan kesatuan sintesis atau apersepsi. Semua penyatuan representasi memerlukan kesatuan kesadaran dalam sintesis mereka. Akibatnya, satuan kesadaran mencakup kemungkinan representasi sebuah objek, dan karena itu validitas objektif dan kognitif merupakan kemungkinan dan eksistensi pemahaman itu sendiri.

Secara transedental kesadaran memiliki dua buah bentuk yang pertama kesadaran subjektif dan kesadaran objektif. Kesadaran objektif dibentuk berdasarkan intuisi dari indera manusia yang dapat secara empiris dapat disatukan. Intuisi tersebut mengikuti kesadaran melalui sistesis empiris secara apriori. Kesatuan transedental dalam apersepssi dengan sendirinya sah secara objektif dan valid secara universal.

Berbagai intuisi yagn dimiliki individu direpresentasikan dengan cara pemahaman sintesis sebagai bentuk kesatuan yang diperlukan oleh kesadaran diri melalui ketegori. Kategori tersebut menunjukkan bahwa kesadaran empiris memberikan intuisi tergantung pada kesadaran apriori.

Ilmu memperlakukan analisis konsepsi, penilaian, dan kesimpulan dakam kaitannya dengan fungsi dan urutan kekuatan mental yang meliputi denominasi generic dalam pemahaman dibangun diatas logika transedental atas dasar suatu rencana. Logika transedental memilik keterbatasan isi yakni sebuah kognisi apriori murni, yang mana tidak dapat meniru logika umum. Oleh karena itu, logika transedental memiliki aturan yang  valid dan objektif. 

Fakultas penilaian disebut sebagai fakultas subsumsi yang mengikuti aturan–aturan. Fakultas penilaian juga tidak mengandung ajaran logika umum karena tidak memiliki arah dan tujuan kesana. Dengan demikian maka pemahaman ini mampu diperintahkan oleh aturan namun terbatas pada yang dimiliki dan dianutnya. 

Objek yang terdapat dalam sebuah konsepsi harus memiliki representasi yang homogeny dengan konsepsi tersebut. Konsepsi harus bersisi hal-hal yang mewakili objek. Dengan demikian konsepsi empiris tentang object tersebut akan tebentuk dan dapat menjadi intuisi bagi konsepsi yang kedua. 

Konsepsi murni jika dibandingkan dengan intuisi empiris sangatlah heterogen. Hal tersebut menyebabkan tidak pernah ditemukannya dalam intuisi apapun. Kemudian subsumsi dari yang terakhir dibawah yang pertama, dan akibatnya terhadap fenomena tersebut yang bersifat mungkin. Oleh karena itu diperlukan sebuah konsep penilaian transedental dan diperlukannya sebuah doktrin yang sebagai alasan penyebab yang mendukung hal ini.

Apapun kognisi yang dipikirkan akan selalu berhubungan dengan objek secara universal. Meskipun kondisinya negative namun mereka tidak saling bertentangan, dan meskipun bertentangan kedua hal tersebut akan tetap saling terhubung dengan konseps sehingga tidak sesuai dengan objeknya jika tanpa landasan. 

Kemungkinan penilai sintesis adalah tugas yang dengan logika umum tidak ada hubungannya dan sesungguhnya tidak perlu bahkan tidka mengenal namanya. Dalam logika transedental hal inilah yang paling penting untuk ditangani yaitu dalam penilaian yang sifatnya analitis haruslah tidak melebihi konsepsi yang diberikan.


#MarsigitLydia #MathematicsRoom #Marsigit2020 #Filsafat_ilmu #Lydia_Yeckti_Henawati

2 komentar: